“pejuang nestapa”
Pundi jiwa dunia
Hawa trlahir ke dunia
Sinta lemparkan diri dalam derita
Kartini hilangkan nestapa dalam balutan cinta
Pe-Es-Ka tebar pesona tanpa asa
We-Te-Es racikan senyum demi nyala
Ba-Bu-De-Sa tegar tuk disiksa
“renungan”
Pertarungan tak selalu untuk kemenangan
Karena kemenangan akan bawa kita ke dunia keterasingan
Dimana kemenangan?
Kemenangan ada dalam renungan
Renungan kesadaran kesadaran tuk selalu berjuang
8 september 2004
“topeng”
Rangkaian kepentingan
Dalam bingkai kepentingan
Terbungkus kardus mulus
Tergambar muka kudus
Tandus jiw rahwana
Kering hati durjana
Kosong nurani tak berisi
Lirih berdendang
emang gue pikirin
Lantang berujar musuh kita memang kurang ajar
8 september 2004
“nurani”
Alam terbentang dalam rangkaian
Gunung menjulang tak kenal rintangan
Lautan bergelombang tanpa tepian
Manusia selalu dalam pertikaian
Asa menggugah rasa
Cinta tak kenal masa
Di sana manusia tak kenal cinta
Di sini nurani telah binasa
Yang ada kau dan aku adalah berbeda
Yang ada kita dan mereka bukan sebangsa
Bangsa keparat dan penjahat
Kapan mimpi kami
Di mana harapan kami
Tercipta dalam kata
Terlahir dalam alam nyata
( 8 desember 2004 )
“kertas”
Kertas kertas pengantar tudurku
Adakah ruang kosong di sudut nyalimu
Tanpa lampu pandu ke pintu lekuk berbulu
Tarian penaku
Tulislah detak jantung kejujuran
Kabari aku manusia biasa
Lahir dari rahm pahala dan dosa
Sankakala
Tak mau rusak suaramu
Apalagi hentikan harmonimu
Karena itu bukan takdirku
“ caping “
Di antara baris caping
Selendang salur
Rinjing beriring
Berjalan tapaki rumput
Rapat berhimpit
Di antara lambaian bunga kopi
Alunan butir gerimis jatuhke bumi
Lipat kaki dalam keanggunan
Sapa diri dalam introspeksi
Sembari usap keringat di dahi
Depan tungku berapi
Hari ini tak ku dengar riuhmu
Hening bening percikan kasta
( jum’at 2 desember 2004 )
“ mawar”
Banyak mawar tebarkan syiar
Rimbun melati tawarkan janji
Srikandi tegar dengan busur percaya diri
Lancang sebut kau kasi walau dalam sunyi
Bukan nyali berani bukan takut kcut
Karena kasih telah lahirkan asih ( 2 desember 2004 )
Tiada perik tak bermanik
Tiada buga tak berwara
Tiada rimba tak berbelantara
Tiada sugai tak berngarai
Tiada cita tak meghamba
Tiada kasih tak mendamba
Piciku menyebutmu marah
Dungulah aku meyebutmu murka
Lembar demi lembar menyagkamu
Kalimat demi kalimat
Kata demi kata
Mewujud petuah deras – tadas
Kicau camar tak lagi terdengar
Taria nuri tak lagi punya
Bebal terkuci dalam terali ambisi
Hari ii semua tak berarti
Gelombang awan susutkan nyali
Picik kau membela diri
Licik menyangka dia telah iri
Dendangkan tembang binasa
Begunkan lirik
2 desember 2004
Kau yag telah pintalkan tiap serabut lamunku
Helai demi helai semakin rapat
Kau tertuang dalam kain mimpiku
Di ujung renda sadarku kau terikat
Ya.. terikat , biarlah tetap terikat
Ku kan tetap dalam batas pekat
16 januari 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar